Kamis, 10 November 2011
CERPENKU: Kejutan Tak Terduga Dari Samudera Cintaku
Terminal itu ramai dengan suara kendaraan yang lalu lalang, serta semua penghuni terminal itu sendiri. Ari baru turun dari sebuah bis yang telah mengantarnya ke terminal itu. Tujuannya satu, ia akan pulang ke rumahnya. Seperti biasa anak yang merantau ke negeri orang untuk menuntun ilmu, itulah dia.
Ari merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Ia mempunyai kakak lelaki yang satu bernama Antonny, dan yang satunya bernama Firman. Ketiga saudara ini, sangat berbeda jauh karakternya. Ayahnya sudah lama meninggal dunia, akibat bentrokan massa tahun 90-an. Bapaknya merupakan seorang polisi, hingga kini hanya Bundanya lah yang mencari nafkah untuk keluarga itu.
Kembali panas menyertai siang bolong itu. Ari menutup kepalanya dengan sebuah map merah yang ia pegang dari awal. ia bergegas mencari mobil yang akan mengantarnya pulang ke rumah. Tak lama kemudian, kesabarannya terbalaskan. Ia lalu menaiki sebuah angkutan kota yang bertujuan ke jalur rumahnya, betapa senang hati Ari saat itu.
Pemuda berusia 20 tahun ini, dengan raut wajah yang penuh bahagia, tak sabaran ingin bertemu dengan sang Bunda tercinta. Perjalanan dari terminal ke rumahnya sekitar satu jam lebih. Ari teringat dengan sebuah bingkisan yang telah ia persiapkan untuk bunda tercintanya.
Teringat dengan senyuman bundanya yang manis dan menyejukkan hati. Wajah gembira itu tetap tak terpungkiri, manakala saat itu ia benar-benar merindukan bundanya, setelah setahun lebih tak bertemu.
Sengaja ia tak memberitahukan kedatangannya pada bundanya, apalagi ia sudah lama tak berkomunikasi dengannya. Jadi itu merupakan kejutan di rumahnya nanti.
“Bunda pasti kaget dan senang. Aku yakin, aku sangat merindukan Bunda. Ingin sekali memeluk erat tubuh mungilnya,” pikir Ari dalam hatinya. “Nak, mau kemana?” tanya seorang yang duduk di dekat Ari dan membuat pikirannya tentang bunda lenyap.
“Ow.. Saya Bu? Saya mau pulang ke rumah di Jl. Sukasido. Sudah lama saya tak pulang!” jawab Ari menjelaskan. Ibu itu hanya manggut-manggut saja, sambil memeluk anak balita yang duduk dipangkuannya. Ari jadi teringat dengan bundanya.
“Aku benar-benar merindukanmu Bundaku sayang” gumamnya dalam hati.
Ketika melihat Ibu yang duduk di sebelahnya itu ,dengan penuh kasih sayang mengelus dan menyayangi anaknya. Siapa coba yang tak mau disayang oleh Ibunya? Siapa yang tidak mau di manja oleh ibunya?
Waktu terasa semakin lama bagi Ari untuk tiba di rumah, ia masih saja berharap agar semuanya terancang dengan sempurna. kedatangan yang tak terduga bagi bunda yang ia sayangi. “Bunda, I Love you,” kembali ia mengucapkan kaliamt itu dalam hati kecilnya.
Sebentar lagi ia akan tiba di rumah mungilnya. Senang sekali. Apalagi sekian lama ia tak menginjakkan kakinya di tanah kelahirannya. Ari tampak bingung dengan suasana di sekitar rumahnya.
“Kok rumah ramai ya? Hiks” tanyanya dalam hati. “Ada apa ini?” Ari jadi bingung.
Kemudian perasaan Ari menjadi aneh, ia mulai merasa ada kejadian yang tak akan terduga di rumahnya. Lalu ia berlarian menuju pintu rumah yang sudah ramai dengan tetangga sekitar.
“Bunda!” jeritnya dari balik pintu. Semua orang memandanginya.
Tak disangka dan tak terduga, rencana Ari yang ingin memberikan kejutan bagi Bundanya. Kini menjadi terbalik. Dunia seakan berhenti berputar, oksigen seakan menghilang, Ari seolah mati dalam diamnya dan mulai meneteskan bening-bening mutiara dari matanya.
“Hmmm,” gumamnya. Salah seorang tetangganya, memegangi tubuh Ari yang sudah tak kuasa menanggung beban kejutan dari bundanya.
Kejutan yang sungguh tak terduga bagi Ari, ia mulai menangis. Bendungan air matanya muai jebol. Ia lalu berlari menuju bundanya.
“Bunda, mengapa kau berikanku kejutan ini?” tanyanya. Suasana kian kacau, kakak-kakaknnya terdiam melihat Ari.
Gemuruh seolah mewakilkan hati Ari yang bergejolak, hujan telah turun, petir menemani sore di rumah itu.
“Tidak Bunda, Jangan! Jangan! Jangan kau berikanku kejutan ini! Aku sudah datang disini Bunda,” ujarnya sambil memeluk bundanya.
“Sudahlah Ari, Bunda sudah tiada. Bunda sudah menghembuskan nafas terakhirnya. Kau harus tabah adikku. Kau harus terima kenyataan ini. Kita hidup ini datang dan pergi, serta begitupun dengan Bunda!” ucap Antonny kakaknya. “Iya benar, kau jangan menangisi kepergian Bunda, nanti ia jadi sedih Ri! Ia meninggal karena sakit yang ia derita,” tambah Firman.
“Tak ku sangka dan tak ku duga, semua khayalanku ketika datang di rumah berbanding terbalik dengan kenyataan!” lirihnya sambil memandangi tubuh Bundanya yang sudah terbujur kaku. “Bunda, aku menyayangimu, aku tak ingin kau pergi secepat ini! Kau terlalu indah Bunda. Kau terlalu berharga di dunia ini, aku ingin sekali melihat senyuman termanismu. Belaian kasihmu, pelukan mesra dan hangat darimu, cubitan nakal di pipiku, celoteh marah darimu! Kau begitu sempurna Bunda.” Ucapnya sambil tetap memandangi wajah Bundanya dengan linangan air mata yang mulai membanjiri suasana.
Tangisannya mulai pecah, saat kakaknya Antonny memberikan sebuah baju hasil jahitan bundanya sehari sebelum kematiannya. Ari kian kacau, ia mulai menangis sambil memegang baju yang dibuat khusus untuknya. Dan esoknya, jenazah bundanya di makamkan.
Ari menyesal, kenapa ia lama sekali pulang ke rumah, padahal bunda telah menantinya sejak lama. Ari juga menyesal kenapa tak menghubungi bundanya. Ia benar-benar menyesali semua kesalahan yang ia lakukan.
Kini tak ada lagi bunda, tak ada lagi yang seperti ia inginkan. Tak ada lagi senyuman semanis senyumannya. Tak ada lagi yang sepertinya. Tak ada lagi orang yang ia akan banggakan.
Ari memandang foto-foto yang telah dipajang, ia tersenyum kecil. Teringat bunda yang ia cintai. Foto kedatangan terakhirnya dirumah itu, tepat di dalam kamar bundanya, lengkap dengan kedua kakaknya. Di dalam foto itu, Ari yang memeluk erat tubuh bundanya. Dan senyuman bunda itu kian membuatnya makin sedih.
Pikirannya mulai mengingat semua masalalu yang indah bersama bunda dan kedua kakaknya. Apalagi teringat saat bunda mengantarnya ke terminal untuk kembali ke tempat rantauannya. Pelukan hangat dari tangan bunda, usapan pada wajah Ari.
“Bunda… mungkin kau sekarang telah tenang disisi-Nya! Mungkin kau tetap tersenyum melihatku.” Ari mengambil hadiah yang telah di persiapkannya untuk bunda, sebuah lukisan wajah bunda dan sebuah cincin berbentuk hati. Ari tersenyum, “Oh bunda, andai kau disini! Kau temaniku! Kau bersamaku! Dan kau merasakan kehadiranku, kejutan dariku, hadiah dariku” ucap Ari dengan memandang benda-benda kenangan itu.
“Ku yakin kau tak pernah mengharap budi balas dariku. Maaf Bundaku sayang, jika Ari selama ini salah padamu maafkanlah aku Bunda.” Ucapannya itu membuat kedua kakaknya datang menghampirinya.
“Mungkin sudah takdir adikku!” ucap seorang kakaknya. “Ini sudah menjadi suratan kita, Bunda telah lama merindukanmu, ia sangat menanti kehadiranmu, kau tak pernah memberikan kabar membuatnya sedih. Sudahlah samudera cinta kita, akan tersenyum melihat kita disini mengingatnya, Bunda akan bahagia di alam barunya. Kita do’akan saja, semoga Allah melindunginya!” tambahnya.
*AnggunZarela, Pangkalan Balai (Oktober 2011)
Senin, 17 Oktober 2011
PUISI "Kasih Tak Sampai"
Kasih Tak Sampai
Oleh Anggun Zarela
Sudah ku bayangkan tentang kisah Siti Nurbaya
Yang merasakan cintanya hilang begitu saja
Terpisah dengan Samsul Bahri
Ya, sepertinya begitu juga kisah ku
Senin, 03 Oktober 2011
Dan Wanita Tua Itu
Dan Wanita Tua Itu
Oleh Anggun Zarela
Ia menatapku pucat, dengan alunan angin yang menerbangkan helai-helai rambutku. Sedikit terpejam karena hembusan debu melewati mataku. Tatapannya masih hampa, seolah ingin memberitahukan padaku jika ia tak dapat melakukan apa-apalagi. Hujan masih temani kami berdua dalam ruang bumi yang luas. Di sebuah teras rumah usang, iya tepat dirumahnya.